- Pengertian Keterbacaan
Keterbacaan
berasal dari kata “Readability” yang merupakan turunan dari
“Readable”,artinya dapat dibaca atau terbaca. Keterbacaan adalah
hal tentang terbaca-tidaknya suatu bahan bacaan tertentu oleh
pembacanya. Keterbacaan mempersoalkan tingkat kesulitan atau tigkat
kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca
tertentu. Keterbacaan merupakan ukuran tentang sesuai-tidaknya suatu
bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesulitan atau
kemudahan wacananya. Untuk memperkirakan tingkat keterbacaan bahan
bacaan, dipergunakan berbagai formula keterbacaan. Tingkat
keterbacaan biasanya dinyatakan dalam bentuk peringkat kelas. Setelah
melakukan pengukuran keterbacaan sebuah wacana, orang akan dapat
mengetahui kecocokan materi bacaan tersebut untuk peringkat kelas
tertentu.
Muslich
(2010:85) menyatakan
bahwa keterbacaan adalah tingkat kemudahan suatu tulisan untuk
dipahami maksudnya. Menurutnya, keterbacaan berkaitan dengan
pemahaman. Bacaan yang memenuhi kesesuaian keterbacaan ialah bacaan
yang dapat dipahami oleh pembaca. Bacaan yang tidak bisa atau sulit
dipahami pembaca merupakan bacaan yang tidak memenuhi kesesuaian
keterbacan. Bacaan yang terlalu mudah dipahami pembaca juga merupakan
bacaan yang tidak memenuhi kesesuaian keterbacan.
Tampubolon
(1990:213) menyatakan bahwa keterbacaan ialah sesuai atau tidaknya
suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat
kesukarannya. Dikatakan sesuai jika bacaannya tidak terlalu sukar dan
tidak terlalu mudah atau sedang. Dikatakan tidak sesuai jika
bacaannya sukar atau mudah. Jika bacaan terlalu sukar, pembaca
terpaksa membaca dengan lambat, bahkan berulang-ulang untuk memahami
bacaan yang dibaca. Ia akan tidak sabar, malas, bahkan frustasi
sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Sebaliknya,
bacaan yang terlalu mudah akan membuat pembaca bosan atau meremehkan
karena tidak ada tantangan, merasa tidak berguna, dan atau merasa
sudah bisa atau tahu.
Beberapa
pendapat di atas mempunyai perbedaan dan persamaan. Perbedaannya
adalah Harjasujana, Mulyati, dan Tampubolon memandang keterbacaan
dari unsur bentuk dan isi, sedangkan Muslich dari unsur isi. Bacaan
merupakan wujud dari bahasa yang berbentuk tulis yang mempunyai dua
unsur, yaitu bentuk dan isi. Unsur bentuk berupa struktur bahasa yang
digunakan dalam bacaan, sedangkan unsur isi berupa makna atau maksud
yang terkandung dalan struktur bahasa. Persamaan ketiganya adalah
keterbacaan merupakan kajian mengenai tingkat kesesuaian bacaan dan
pembaca.
- Prinsip-prinsip Keterbacaan
Para
ahli telah menawarkan berbagai cara atau rumus untuk mengukur
keterbacaan, misalnya dengan Rumus Spache, Smog, dan tes kloz. Namun,
cara-cara yang digunakan para ahli belum ada yang memuaskan. Faktor
yang dipertimbangkan dalam mengukur keterbacaan antara lain struktur
bahasa (kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana), jenis isi bacaan,
tipografi, dan minat pembaca. Cara yang umumnya dipakai untuk
mengukur keterbacaan adalah dari segi struktur bahasa dan jenis isi
bacaan. Struktur bahasa dengan formula keterbacaan, sedangkan jenis
isi bacaan dengan tes klos atau tes rumpang.
Secara
praktis, kaidah-ibu-jari (rule-of-thumb)
dapat dipergunakan untuk menentukan keterbacaan sebuah teks. Menurut
kaidah ini, secara umum keterbacaan dapat diketahui dari jawaban atas
tiga pertanyaan yang diajukan. Ketiga pertanyaan tersebut adalah
apakah kata-kata dalam bacaan mudah atau sukar, apakah
kalimat-kalimat dalam bacaan sederhana atau kompleks, apakah isi
bacaan menarik hati pembaca atau tidak. Jika jawaban pembaca sukar,
kompleks, dan tidak, secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat
keterbacaan bacaan tinggi karena bacaan sulit dibaca. Jika jawabannya
mudah, sederhana, dan ya, secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat
keterbacaan bacaan rendah karena bacaan mudah dibaca. Bacaan yang
sesuai adalah bacaan yang kata-kata dalam bacaan tidak mudah dan
tidak sukar (sedang), kalimat-kalimat dalam bacaan tidak sederhana
atau kompleks, dan isi bacaan diantara menarik hati pembaca atau
tidak.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keterbacaan masih selalu menjadi objek penelitian
para ahli. Perhatian terhadap masalah tersebut, dimulai sejak
berabad-abad yang lalu. Klare (1963) menjelaskan bahwa Lorge (1949)
pernah menceritakan tentang upaya Talmudist pada tahun 1900 berkenaan
tentang keterbacaan wacana. Dia menentukan tingkat kesulitan wacana
berdasarkan kriteria kekerapan kata-kata yang digunakan. Wacana
dikatakan sulit jika wacana tersebut tersusun atas kata-kata yang
jarang digunakan, sedangkan wacana dikatakan mudah jika wacana
tersebut tersusun atas kata-kata yang sering digunakan.
Meskipun
kajian tentang keterbacaan itu sudah berlangsung berabad-abad, namun
kemajuannya baru tampak setelah statistik mulai ramai digunakan.
Teknik statistik ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi
faktor-faktor keterbacaan yang penting-penting untuk menyusun formula
yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan tingkat kesulitan wacana.
Menurut Klare (1963), kajian-kajian terdahulu menunjukkan adanya
keterkaitan dengan keterbacaan. Gray dan Leary mengidentifikasi
adanya 289 faktor yang mempengaruhi keterbacaan, 20 faktor
diantaranya dinyatakan signifikan.
Cara
lain yang banyak digunakan para ahli untuk memperkirakan tingkat
keterbacaan formula keterbacaan. Selain formula keterbacaan,
keterbacaan dapat ukur dengan teknik uji rumpang. Perkiraan-perkiraan
tentang tingkat keterbacaan bacaan berguna bagi guru atau dosen yang
mempunyai perhatian terhadap metode pemberian tugas membaca atau bagi
pemilihan buku-buku dan bahan bacaan. Teknik ini dapat digunakan
untuk melatih kemampuan baca mahasiswa. Tentu saja akan lebih baik,
jika mahasiswa meminta bantuan temannya untuk menjamin keobjektifan
dan keterpercayaan penggunaan latihan dengan menggunakan prosedur
teknik/teknik ini.
- Formula keterbacaan
Formula
keterbacaan digunakan untuk mengukur keterbacaan bacaan bertolok ukur
pada faktor panjang pendeknya kalimat dan tingkat kesulitan kata.
Berikut ini beberapa formula keterbatasan
- Formula keterbacaan Space tahun 1933
Digunakan
untuk mengukur bahan bacaan di kelas rendah (kelas 1, 2, 3 SD)
- Formula keterbacaan Dale danChall tahun 1947
Digunakan
di kelas 4 sampai kelas 6 SD
- Formula keterbacaan Grafik Fry dan Raygor, kedua grafik tersebut merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan mengefisienkan teknik penentu tingkat keterbacaan wacana. Faktor panjang pendek kalimat dan kata – kata sulit masih digunakan. Namun, ada perbedaan yaitu grafik Fry kata sulit ditentukan dari jumlah suku kata, sedangkan grafik Raygor ditentukan dengan jumlah huruf yang membentuk sebuah kata.
-
Aplikasi keterbacaan dalam pembelajaran membaca
-
keterbatasan formula keterbacaan
- Masih mengukur pada aspek mekanik (visual) atau aspek bentuk pada wacana, belum mengukur aspek konseptual atau makna wacana.
- Penggunaan slank, satir, makna ganda atau minat pembaca. Fomula keterbacaan tidak bisa digunakan untuk bacaan fiksi atau karya sastra.
- Kaitan keterbacaan dengan penyedian bahan ajar membaca
- Dalam proses pembelajaran buku teks (pelajaran) dan bahan ajar mempunyai peran yang penting bagi siswa dan guru.
- Tingkat keterbacaan wacana dapat diukur dengan menggunakan formula keterbacaan (grafik Fry dan Raygor). Formula tersebut terkait dengan upaya guru dalam memperkirakan tingkat kesulitan wacana.
- Mengubah tingkat keterbacaan wacana
- Cara menurunkan tingkat keterbacaan wacana adalah dengan cara memperpendek kalimat dan mengganti kata sulit dengan kata yang lebih mudah.
- Cara menaikkan tingkat keterbacaan wacana berlawanan dengan cara menurunkan tngkat keterbacaan wacana. Menaikkan tingkat keterbacaan wacana dengan cara memperpanjang kalimat dan mengganti kata – kata yang mudah dengan kata yang lebih sulit.
Akan lebih sempurna jika dicantumkan daftar pustakanya.. :)
BalasHapus